Beramal Tanpa Putus
Islam mengajarkan kita untuk terus beramal, beramal tanpa putus. Islam tidak memaksa kita untuk berbuat sesuatu yang besar. Allah tidak membebankan seseorang kecuali dengan kemampuannya. Kecil dan besar amal seseorang semua ada timbangan dan kadarnya di sisi Allah. Bahkan lisan Nabi kita yang mulia mengatakan,
«أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا، وَإِنْ قَلَّ» - صحيح مسلم (783)
“Sebaik-baik amal di sisi Allah adalah amal terus dikerjakan walaupun sedikit.”
Beliau juga bersabda,
«لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا، وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ» - صحيح مسلم (2626)
“Janganlah sekali-kali engkau menganggap remeh suatu perbuatan baik, meskipun (perbuatan baik itu) dengan cara engkau menjumpai saudaramu (sesama muslim) dengan wajah ceria.”
Disebutkan alam shahih Muslim, Rasulullah ﷺ bercerita tentang seorang yang berjalan di sebuah jalan, kemudian melihat ranting pohon di jalan tersebut, kemudian orang tersebut berkata,
وَاللهِ لَأُنَحِّيَنَّ هَذَا عَنِ الْمُسْلِمِينَ لَا يُؤْذِيهِمْ
“Demi Allah, aku akan menyingkirkan ini, supaya orang-orang Islam terganggu.” Kemudian berkata, فَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ
“Lalu ia masuk surga karena hal tersebut” HR. Muslim: 1914
Nabi ﷺ bersabda,
«اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ، فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ» رواه البخاري ومسلم
“Takutlah kalian kepada neraka walau dengan sebutir kurma, jika tidak mendapatkan, hendaknya dengan perkataan yang baik”
Beramal dalam Islam, bisa dilakukan sendiri, berjamaah, sembunyi-sembunyi, maupun terang-terangan. Menyembunyikannya, mengerjakannya tanpa diketahui orang itu lebih baik, untuk menghindari riya dan sum’ah, kecuali pada amalan fardhu yang mesti tampak oleh lain, seperti shalat wajib yang lima waktu, yang dikerjakan berjamaah di masjid atau musholla.
Beramal dan memberikan kontribusi untuk Islam, mestilah kita berusaha untuk itu, dengan kemampuan yang dimiliki. Tapi Kesuksesan dalam amal tersebut, tidak mengharuskan pelakunya untuk tampil di permukaan, tercatat dalam lembaran sejarah, tampil di media, viral dunia nyata atau dunia maya. Tapi yang terpenting dari itu adalah bahwa amal terebut dilihat oleh ta’ala, tercatat dalam lembaran-lembaran kebaikan oleh para malaikat.
Lihatlah berapa Rasul yang Allah utus sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad dan berapa Allah sebutkan dalam Al-Qur’an? Tapi semuanya adalah manusia-manusia pilihan Allah ta’ala yang berjuang mengemban risalah Allah kepada manusia.
{وَرُسُلًا قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ وَرُسُلًا لَمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ} [النساء: 164]
“Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu”
Ayat ini memberikan pelajaran bahwa janganlah kita berkecil hati, merasa diri kecil karena tidak disebut atau tidak terkenal. Cukuplah Allah bagi kita, Ia lah melihat perbuatan kita.
Sehingga kita tidak bisa meremehkan peran-peran orang yang berada di belakang panggung, berada di garis belakang perjuangan, yang ikut berperan kesuksesan seseorang. Kita tidak bisa mengecilkan peran perjuang-pejuang Islam yang jauh dari hiruk-pikuk media sosial, di pelosok nan jauh dari keramaian, menyampaikan dakwah Islam di kekurangan yang dimiliki. Begitu pula, kita tidak bisa mengecilkan peran para ibu-ibu yang membesarkan anak-anak menjadi orang sholeh, menjadi orang besar. Para Istri-istri yang tegak membantu perjuangan suami-suami mereka, dan semua yang mungkin dikerdilkan orang. Cukuplah Allah bagi mereka, وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا, “Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan”
Gabung dalam percakapan