Sabar

Hikmah Allah telah menentukan bahwa dunia tidak selamanya berjalan indah. Oleh karena itu, Allah menjanjikan pahala besar yang tak terbatas bagi orang yang bersabar terhadap cobaan dan musibah dunia  karena Allah ta'ala, Allah berfirman,

﴿ قُلْ يَا عِبَادِ الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ ﴾

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu.” Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan.  Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” QS. az-Zumar: 10

Ayat ini turun sebagai pujian dan dorongan untuk meninggalakan negeri, jika di negeri itu adalah negeri kafir yang tidak memungkinkan untuk melaksanakan perintah Allah sebagaimana mestinya, dan mencari negeri lain dan bersabar terhadap kesusahan tersebut.  Diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas'ud radhiyallohu ‘anhu secara mauquf (terputus sanadnya sampai sahabat), bahwasannya ia berkata,

«الصبر نصف الإيمان واليقين الإيمان كله»

“Sabar adalah setengah iman dan keyakinan adalah iman suluruhnya.”[1]

Kesabaran bisa berbentuk sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar dalam meninggalkan maksiat, dan sabar terhadap ketentuan Allah yang pedih.

a) Sabar dalam ketaatan kepada Allah

Sabar dalam ketaatan kepada Allah menambah berat timbangan hamba; seperti sabar menahan lapar ketika puasa, karena puasa adalah bagian dari sabar yang diutamakan, ia bersabar dalam ketaatan kepada Allah dan bersabar menahan maksiat kepada Allah. Oleh karena itu, Rasulullah ﷺ menamai Ramadhan dengan bulan kesabaran. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallohu ‘anhu, ia berkata, aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,

«شهر الصبر وثلاثة أيام من كل شهر صوم الدهر»

“Bulan kesabaran dan tiga hari setiap bulan adalah adalah puasa sepanjang masa.”[2]
Puasa memberatkan timbangan, karena pahala puasa tidak ada yang menyerupainya. Diriwayatkan oleh Umamah radhiyallohu ‘anhu, ia bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang amalan yang paling utama, beliau menjwab, “Hendaklah kamu berpuasa, karena ia tidak ada bandingannya.”[3]

Pahala sabar dalam ketaatan kepada Allah berbeda-beda tergantung perbedaan keadaan yang dialami seorang hamba, pahala bisa betambah dalam timbangan sampai lima puluh syuhada saat terjadi fitnah, asingnya agama, dan sedikitnya penolong. Diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas'ud radhiyallohu ‘anhu bahwasannya Rasulullah ﷺ bersabda,

«إن من ورائكم زمان صبر, للمتمسك فيه أجر خمسين شهيدًا»

“Sesungguhnya di belakang kalian suatu masa kesabaran, orang yang berpegang teguh dengannya mendapatkan pahala lima puluh syuhada.”[4]

b) Sabar dalam meninggalkan maksiat

Sabar dalam meninggalkan syahawat yang haram adalah perkara yang memberatkan timbangan hamba, seperti menjaga nafsu agar tidak terjerumus dalam zina, karena Allah memberitahukan bahwa orang yang melakukan itu akan mendapatkan pahala yang besar. Allah ta’ala berfirman, 

﴿ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا ﴾

“laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” QS. Al-Ahzáb: 35

Diriwayatkan oleh Sahl bin Sa'd  As-Sa'idi radhiyallohu ‘anhu bahwasannya Nabi ﷺ bersabda,

«من توكل لي ما بين رجليه وما بين لحييه توكلت له بالجنة»

“Barang siapa yang menjamin kepadaku (menjaga) antara dua kakinya dan antara dua tulang rahangnya, aku menjamin untuknya surga.”[5]

c) Sabar dalam menghadapi takdir buruk

Sabar dalam menghadapi takdir Allah yang buruk memperberat timbangan hamba; seperti kesabaran seorang mukmin atas kematian anaknya. Diriwayatkan oleh Tsauban radhiyallohu ‘anhu dari Nabi ﷺ bersabda,

«بخ بخ لخمس ما أثقلهن في الميزان: لا إله إلا الله, وسبحان الله, والحمد لله, والله أكبر، والولد الصالح يتوفى للمرء المسلم فيحتسبه»

“Selamat, selamat, lima perkara yang membertatkan neraca: lá iláha illalláh, wa subhanalláh, walhamdulilláh, walláhu akbar, dan anak saleh yang meninggal bagi orang muslim lalu ia berharap pahala.”[6]

Seperti kesabaran terhadap cobaan, diriwayatkan oleh Jabir radhiyallohu ‘anhu bahwasannya Nabi ﷺ bersabda,

«يود أهل العافية يوم القيامة حين يعطى أهل البلاء الثواب، لو أن جلودهم كانت قرضت في الدنيا بالمقاريض»

“Kelak di hari kiamat orang-orang yang sehat ketika orang-orang yang tertimpa musibah mendapatkan pahala, menginginkan seandainya kulit-kulit mereka dipotong dengan gunting di dunia.”

Dalam sebuah riwayat Nabi ﷺ bersabda,

«ليودن أهل العافية يوم القيامة أن جلودهم قرضت بالمقاريض مما يرون من ثواب أهل البلاء»

“Sungguh orang-orang sehat kelak di hari kiamat menginginkan kulit-kulit mereka dipotong dengan gunting karena melihat pahala orang-orang yang ditimpa cobaan.”[7]

Supaya mendapatkan pahala sabar dengan sempurna agar timbangannya menjadi berat, hendaklah melakukan ihtisáb (mengharapkan pahala), karena perbedaan antara sabarnya orang mukmin dan orang kafir adalah karena orang mukmin mengharapkan pahala kesabarannya dari Allah. Oleh karena itu, Nabi ﷺ menyuruh puteri beliau Zainab untuk bersabar dan mengharapkan pahala ketika ia kabarkan salah satu puteranya meninggal, sebagaimana diriwayatkan oleh Usamah bin Zaid radhiyallohu ‘anhu ia berkata, kami bersama Nabi ﷺ lalu datang utusan salah satu puteri beliau memanggil dan memberitahukan bahwa salah satu anaknya meninggal dunia, lalu Rasulullah ﷺ bersabda,

«ارجع إليها فأخبرها أن لله ما أخذ، وله ما أعطى، وكل شيء عنده بأجل مسمى، فمرها فلتصبر ولتحتسب...»

“Kembalilah kepada dia dan kabarkan bahwa Allah lah yang mengambil dan memberi, segala sesutu di sisi-Nya sampai waktu yang telah ditentukan, suruhlah ia bersabar dan mengharapkan pahala ...”[8]
Nabi ﷺ mengingatkan orang yang meninggalkan ihtisáb (mengharapkan pahala) dalam sabda beliau,

«لا أجر لمن لا حسبة له»

“Tidak ada pahala bagi yang tidak mengharapkan pahala.”[9]

Maksudnya adalah tidak ada pahala bagi yang tidak bertujuan dari amalnya untuk melaksanakan perintah Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Al-Munawi rahimahulloh berkata, 

فشتان بين احتساب الصابر وعجز من لا حيلة له

“Sangat jauh antara harapan orang yang bersabar dan kelemahan orang yang tidak punya solusi”[10]



[1] HR. at-Tabrani dalam al-Kabír (8544), Ibnu Abi ad-Dunya dalam as-Syukr (58), dan al-Albani dalam Shahíh at-Targíb wa at-Tarhíb berkata, shahíh mauqúf (3397)
[2] HR. imam Ahmad -Al-Fathur Rabbáni- (10/208), Abu Daud (2428), an-Nasa’i dan ini adalah lafaz riwayat beliau (2408), Ibnu Majah (1741)
[3] HR. imam Ahmad -Al-Fathur Rabbáni- (9/215), an-Nasa’i dan ini adalah lafaz riwayat beliau (2222), Ibnu Hibban (3426), Ibnu Khuzaimah (1893), al-Hakim (1533)
[4] HR. at-Tabrani dalam al-Kabír (10394)
[5] HR. imam Ahmad -Al-Fathur Rabbáni- (19/259), Bukhari dan ini adalah lafaz riwayat beliau (6807), At-Turmudzi (2408), Ibnu Hibban (5701), Al-Hakim (8058), dan Al-Baihaqi (16448)
[6] HR. imam Ahmad -al-Fathur Rabbáni- (19/195), an-Nasa’i dalam as-Sunan al-Kubrá (9995), al-Hakim (1885), at-Tabarani dalam al-Kabír (873)
[7] HR. At-Turmudzi (2402), At-Tabrani dalam Al-Kabír (8778), Al-Baihaqi (6345), Ad-Dhiya Al-Maqdisi dalam Al-Aháhíts Al-Mukhtárah
[8] HR. imam Ahmad -Al-Fathur Rabbáni- (19/35), Al-Bukhari (1284), Muslim dan ini adalah lafaz riwayat beliau (923), An-Nasa'I (1868), Ibnu Majah (1588), Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad (512), dan At-Tabrani dalam Al-Kabír (284)
[9] HR. Ibnul Mubarak dalam Az-Zuhd secara mursal dari Al-Qasim bin Muhammad (52)
[10] Faidhul Qadír Syarh Al-Jámi As-Shagír karangan Al-Munawi (6/380)
guru ngaji & bahasa arab