Tata Cara Shalat Witir

Shalat witir adalah salah satu ibadah taqorrub yang besar kepada Allah ta’ala, sehingga sebagian ulama berpendapat shalat witir wajib, yaitu dalam mazhab Hanafi. Tetapi yang shahih adalah bahwa shalat witir hukumnya sunnah muakkad.

Waktu Shalat Witir

Waktu shalat witir dari selesai shalat Isya sampai terbit fajar.

Rasulullah ﷺ bersabda,

إِنَّ اللَّهَ أَمَدَّكُمْ بِصَلَاةٍ هِيَ خَيْرٌ لَكُمْ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ: الوِتْرُ، جَعَلَهُ اللَّهُ لَكُمْ فِيمَا بَيْنَ صَلَاةِ العِشَاءِ إِلَى أَنْ يَطْلُعَ الفَجْرُ – سنن الترمذي (452)

“Sesungguhnya Allah ta’ala telah menganugerahkan sebuah shalat yang lebih baik bagi kalian dari unta yang merah. Shalat itu adalah shalat witir. Lakukanlah shalat witir itu di antara shalat Isya' dan shalat shubuh”

Lebih afdhol mana? Awal waktu atau akhir?

Sunah menunjukkan barang siapa yang ingin bangun di akhir malam, maka afdhol baginya adalah mengakhirkannya, karena shalat akhir malam lebih utama. Barang siapa khawatir untuk tidak bangun di akhir malam, witir dilaksanakan sebelum tidur. Dalam hadits Jabir radhiyallohu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersaba,

مَنْ خَافَ أَنْ لاَ يَقُومَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ أَوَّلَهُ ، وَمَنْ طَمِعَ أَنْ يَقُومَ آخِرَهُ فَلْيُوتِرْ آخِرَ اللَّيْلِ ، فَإِنَّ صَلاَةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَشْهُودَةٌ ، وَذَلِكَ أَفْضَلُ – صحيح مسلم (755)

“Siapa yang khawatir tidak dapat bangun di akhir malam, hendaknya dia melakukan shalat witir di awal malam. Siapa yang bersemangat untuk bangun di akhir malam, hendaknya dia shalat witir di akhir malam. Sesungguhnya shalat di akhir malam disaksikan dan itu lebih utama.”

Imam An-Nawawi berkata, “Inilah pendapat yang benar. Hadits-hadits lainnya yang bersifat mutlak hendaknya dipahami dengan pemahaman yang shahih dan jelas seperti ini. Di antaranya hadits (أوصاني خليلي أن لا أنام إلا على وتر) “Aku diwasiatkan kekasihkan untuk tidak tidur sebelum witir” Hadits ini dipahami bagi siapa yang tidak yakin dapat bangun (di akhir malam).” (Syarah Muslim, 3/277)

Jumlah rakaat:

Shalat witir minimal satu rakaat, berdasarkan sabda Nabi ﷺ,

الْوِتْرُ رَكْعَةٌ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ – صحيح مسلم (752)

“Shalat witir adalah satu rakaat di akhir malam.”

Juga berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ,

صَلاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمْ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى (رواه البخاري، رقم 911 ومسلم، رقم 749)

“Shalat malam dua rakaat-dua rakaat. Jika salah seorang dari kalian khawatir masuk waktu Shubuh, hendaknya dia shalat satu rakaat untuk mengganjilkan shalat yang telah dia lakukan.”

Jika seseorang hanya mengerjakan satu rakaat, maka telah melaksanakan sunnah. Shalat witir boleh dikerjakan 3, 5, 7, 9, 11 rakaat.

Jika shalat witir 3 rakaat

Ada dua cara yang kedua-duanya disyariatkan;

Pertama: Melakukan tiga rakaat langsung dengan satu kali tasyahhud. Berdasarkan hadits Aisyah radhiallahu anha, dia berkata,

كان النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لا يسلّم في ركعتي الوتر (وفي لفظ) كان يوتر بثلاث لا يقعد إلا في آخرهن (رواه النسائي، 3/234 والبيهقي، 3/31 قال النووي في المجموع، 4/7 رواه النسائي بإسناد حسن ، والبيهقي بإسناد صحيح . اهـ)

“Nabi ﷺ tidak melakukan salam di dua rakaat shalat witir.” Dalam redaksi lain, “Beliau melakukan shalat witir tiga rakaat, tidak duduk (tasyahud) kecuali di rakaat terakhir.”

Kedua: Melakukan salam setelah dua rakaat kemudian witir dengan satu rakaat. Berdasarkan riwayat dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma,

أنه كان يفصل بين شفعه ووتره بتسليمة ، وأخبر أن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كان يفعل ذلك . رواه ابن حبان (2435) وقال ابن حجر في الفتح (2/482) إسناده قوي

“Bahwa beliau memisahkan antara yang genap (dua rakaat) dan ganjil (satu rakaat) masing-masing dengan sekali salam. Dan beliau mengabarkan bahwa Nabi ﷺ melakukan hal itu.”

Ada cara yang ketiga, yaitu dikerjakan seperti shalat Magrib, ini adalah cara dalam mazhab Hanafi. Adapun yang lainnya, seperti cara di atas, tidak boleh serupa dengan Magrib.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda,

لا توتروا بثلاث أوتروا بخمس أو بسبع ولا تشبهوا بصلاة المغرب – رواه ابن حبان (2429) والحاكم (1138) والبيهقي (4593)

“Janganlah lakukan shalat witir yang tiga rakaat seperti shalat Maghrib. Namun berwitirlah dengan lima atau tujuh rakaat”

Adapun jika dia shalat witir dengan lima rakaat atau tujuh rakaat, maka hendaknya dilakukan dengan bersambung, dan cukup dengan sekali tasyahud di rakaat terakhir lalu salam. Berdasarkan riwayat Aisyah radhiallahu anha, dia berkata,

كان رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يصلي من الليل ثلاث عشرة ركعة يوتر من ذلك بخمس لا يجلس في شيء إلا في آخرها (رواه مسلم، رقم 737)

“Adalah Rasulullah ﷺ melakukan shalat di malam hari, tiga belas rakaat, beliau shalat witir dengan lima rakaat, tidak duduk (tasyahud) kecuali di rakaat terakhir.”

Dari Ummu Salamah radhiallahu anha, dia berkata,

كان النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يوتر بخمس وبسبع ولا يفصل بينهن بسلام ولا كلام . رواه أحمد (6/290) النسائي (1714) وقال النووي : سنده جيد

“Dahulu Nabi ﷺ melakukan shalat witir lima dan tujuh rakaat, beliau tidak memisahnya dengan salam atau berbicara.”

Jika seseorang witir dengan sembilan rakaat, maka seluruh rakaatnya disambung, lalu duduk tasyahud pada rakaat ke delapan, kemudian berdiri tanpa salam, lalu tasyahud lagi pada rakaat ke sembilan, lalu salam.

Berdasarkan riwayat Aisyah radhiallahu anha, dalam shahih Muslim (746),

وَيُصَلِّي تِسْعَ رَكَعَاتٍ لا يَجْلِسُ فِيهَا إِلا فِي الثَّامِنَةِ فَيَذْكُرُ اللَّهَ وَيَحْمَدُهُ وَيَدْعُوهُ ثُمَّ يَنْهَضُ وَلا يُسَلِّمُ ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّ التَّاسِعَةَ ثُمَّ يَقْعُدُ فَيَذْكُرُ اللَّهَ وَيَحْمَدُهُ وَيَدْعُوهُ ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيمًا يُسْمِعُنَا

Nabi ﷺ shalat sebanyak sembilan rakaat, tidak duduk di dalamnya kecuali pada rakaat ke delapan, lalu berzikir kepada Allah, memujinya dan berdoa, kemudian bangkit tanpa salam, kemudian berdiri dan shalat di rakaat ke sembilan, kemudian duduk berzikir kepada Allah, memuji dan berdoa kepadaNya, kemdian salam dengan salam yang dapat kami dengarkan.”

Jika shalat witir sebelas rakaat, maka dia hendaknya shalat setiap dua rakaat salam, lalu di akhirnya shalat satu rakaat.

Minimal witir yang paling sempurna

Shalat witir yang sempurna minimal dua rakaat lalu salam, kemudian shalat lagi satu rakaat dan salam. Boleh juga dilakukan sekaligus tiga rakaat dan sekali salam, tapi dengan sekali tasyahud, bukan dengan dua tasyahud.

Bacaan pada rakaat pertama dari tiga rakaat hendaknya membaca “sabbihisma rabbikal a’la” (surat Al-A’la) secara sempurna. Pada rakaat kedua membaca surat Al-Kafirun sedangkan pada rakaat ketiga membaca surat Al-Ikhlash.

Imam An-Nasai meriwayatkan, no. 1729, dari Ubay bin Ka’b, dia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الْوِتْرِ بِسَبِّحْ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى وَقُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ 

“Adalah Rasulullah ﷺ dalam shalat witir membaca sabbihisma robbikal a’la (surat Al-A’la) dan Qul yaa ayyuhal kaafiruun (surat Al-Kafirun) serta Qul huwallahu ahad (surat Al-Ikhlash).”



Referensi:
islamq.info dan sumber lainnya.


guru ngaji & bahasa arab