Posisi Imam Perempuan dalam Jamaah Perempuan
Jika seorang muslimah mengimami perempuan lainnya dalam shalat jamaah, dimanakah posisi ia berdiri?
Imam perempuan berdiri di tengah-tengah, sejajar dengan shaf pertama, kiri dan kanan.
Disebutkan dalam Al-Majmu’ Syarh Al-Muhazzab (4/295),
السُّنَّةُ أَنْ تَقِفَ إمَامَةُ النِّسَاءِ وَسْطَهُنَّ لِمَا رُوِيَ أَنَّ عَائِشَةَ وَأُمَّ سَلَمَةَ أَمَّتَا نِسَاءً فَقَامَتَا وَسْطَهُنَّ
Sunnahnya adalah dia berdiri di tengah-tengah mereka, sebagaimana diriwayatkan bahwa Aisyah dan Ummu Salamah mengimami perempuan-perempuan, dan berdiri di tengah-tengah mereka.
Begitu pula disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam mazhab Hanbali di Al-Mugni (1/428),
وَكَذَلِكَ سُنَّ لِإِمَامَةِ النِّسَاءِ الْقِيَامُ وَسَطَهُنَّ فِي كُلِّ حَالٍ. لِأَنَّهُنَّ عَوْرَاتٌ
“Disunahkan untuk mengimami perempuan berdiri di tengah-tengah mereka, di setiap keadaan, karena mereka adalah aurat.”
Imam Syafi’i secara jelas juga menyebutkan,
وَتَؤُمُّ الْمَرْأَةُ النِّسَاءَ فِي الْمَكْتُوبَةِ وَغَيْرِهَا وَآمُرُهَا أَنْ تَقُومَ فِي وَسَطِ الصَّفِّ وَإِنْ كَانَ مَعَهَا نِسَاءٌ كَثِيرٌ
(Boleh) perempuan menjadi imam bagi para perempuan lainnya di dalam sholat fardlu atau lainnya, dan saya memerintahkannnya untuk berada di tengah shaf (para makmumnya)." (Al-Umm: 1/191)
Bagaimana jika imam perempuan maju seperti imam laki-laki?
Ini juga sudah disebutkan oleh Imam As-Syafi’I rahimahulloh,
فَإِنْ قَامَتْ الْمَرْأَةُ أَمَامَ النِّسَاءِ فَصَلَاتُهَا وَصَلَاةُ مَنْ خَلْفَهَا مُجْزِئَةٌ عَنْهُنَّ
“Jika perempuan itu berdiri di depan para perempuan lainnya (makmum). Maka shalatnya dan shalat orang yang berada di belakangnya tercukupi (sah).” (Al-Umm: 1/191)
Bagaimana kalau makmumnya hanya satu?
Disebutkan dalam Hasyiyah Al-Bujairami ala Syarh Al-Minhaj (1/321)
فَإِنْ لَمْ يَحْضُرْ إلَّا امْرَأَةٌ فَقَطْ وَقَفَتْ عَنْ يَمِينِهَا أَخْذًا مِمَّا تَقَدَّمَ فِي الذُّكُورِ
“Jika yang hadir hanya seorang saja, maka makmum berdiri di sebalah kanan imam, seperti jamaah laki-laki”
Apakah boleh perempuan mengimami laki-laki?
Disebutkan dalam Al-Masu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah (6/204)
يُشْتَرَطُ لإِمَامَةِ الرِّجَال أَنْ يَكُونَ الإْمَامُ ذَكَرًا، فَلاَ تَصِحُّ إِمَامَةُ الْمَرْأَةِ لِلرِّجَال، وَهَذَا مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ بَيْنَ الْفُقَهَاءِ
“Disyaratkan untuk mengimami laki-laki adalah imamnya harus laki-laki, tidak sah perempuan mengimami lak-laki, dan ini adalah kesepakatan para ahli fiqih.”
Syekh Yusuf Al-Qordhowi menyebutkan,
وقد اتفقت المذاهب الإسلامية الأربعة؛ بل الثمانية على أنَّ المرأة لا تؤم الرجل في الفرائض. وإن أجاز بعضهم أن تصلي المرأة القارئة للقرآن بأهل دارها، باعتبارهم محارم لها
Juga beliau menyebutkan,
لم يُعرف في تاريخ المسلمين خلال أربعة عشر قرنًا: أن امرأة خطبت الجمعة وأمت الرجال، حتى في بعض العصور التي حكمتهم امرأة مثل (شجرة الدر) في مصر المملوكية، لم تكن تخطب الجمعة، أو تؤم الرجال. وهذا إجماع يقيني.
“Tidak pernah ada dalam sejarah kaum muslimin, sejak 14 abad, bahwa seorang perempuan bekhutbah, mengimami laki-laki, walaupun di masa pemimpinnya adalah perempuan seperti Syajarutud Dur pada Dinasti Mamluk di Mesir, ia tidak pernah khutbah Jum’at dan tidak mengimami laki-laki, ini adalah ijmak yang diyakini.” (Yusuf Al-Qordhowi: https://www.al-qaradawi.net/node/4192)
Artikel pembanding bisa dibaca disini: posisi imam perempuan sama seperti laki-laki
Gabung dalam percakapan