Shalat Ied

Di dalam Islam ada dua ied (العيدين) dua hari raya, yaitu idul fitri dan idul adha. Pada kedua hari raya ini kaum muslimin menunaikan shalat ied.

Hukum shalat ied

Pertama: Wajib, ini pendapat yang sahih dalam mazhab Hanafiyah. Wajib menurut ulama hanafiyah adalah antara fardhu dan sunah. Dalilnya adalah karena Nabi ﷺ selalu melaksanakan shalat ied dan tidak pernah meninggalkannya walaupun sekali.

Kedua: Sunah muakkadah, ini adalah pendapat ulama Malikiyah dan Syafi’iyah, bagi yang wajib melaksanakan Jum’at, yaitu laki-laki, balig, merdeka, dan muqim. Dalam mazhab Syafi’iyah tidak disyaratkan kecuali taklif, shalat ied disyariatkan juga bagi orang yang shalat sendiri (munfarid), tidak harus berjamaah dan berjumlah seperti shalat Jum’at.

Dalil yang digunakan adalah hadits Nabi kepada seorang Badui yang bertanya tentang shalat.

«خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي اليَوْمِ وَاللَّيْلَةِ». فَقَالَ: هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهَا؟ قَالَ: «لاَ، إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ» وراه البخاري [46] ومسلم [11]

“Shalat lima waktu di siang dan malam”, ia bertanya, “Apakah ada kewajiban shalat selain itu?” Rasulullah ﷺ menjawab, “Tidak, kecuali kamu melakukan shalat sunah.” HR. Bukhari & Muslim

Ketiga: Fardhu kifayah, jika dilakukan oleh sebagian kaum muslimin, maka gugur kewajiban yang lainnya.

Dalilnya adalah perintah dalam Al Qur’an yang menunjukkan wajibnya shalat ‘ied yaitu firman Allah Ta’ala,

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Dirikanlah shalat dan berqurbanlah (an nahr).” (QS. Al Kautsar: 2).

Maksud ayat ini adalah perintah untuk melaksanakan shalat ‘ied.

Nabi ﷺ dan para khalifah sesudahnya selalu melakukannya. Shalat ied tidak menjadi fardhu ‘ain karena adanya hadits Badui di atas yang bertanya tentang shalat.

Ibnu Taimiyah dalam masalah ini mengatakan, “Pendapat yang menyatakan bahwa hukum shalat ‘ied adalah wajib bagi setiap muslim lebih kuat daripada yang menyatakan bahwa hukumnya adalah fardhu kifayah (wajib bagi sebagian orang saja). Adapun pendapat yang mengatakan bahwa hukum shalat ‘ied adalah sunnah (dianjurkan, bukan wajib), ini adalah pendapat yang lemah. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri memerintahkan untuk melakukan shalat ini.”

Waktu pelaksanaan

Ulama sepakat bahwa waktu shalat ied adalah setelah matahari terbit setinggi satu tombak sampai sebelum waktu zawal (matahari bergeser ke arah barat), yaitu sebelum masuknya waktu Zuhur.
Disunahkan untuk menyegerakan shalat Idul Adha di awal waktu, sehingga kaum muslim bisa melaksanakan qurban setelah itu. Adapun shalat Idul Fitri, disunahkan untuk diakhirkan sedikit, untuk memberikan kesempatan berzakat fitrah.


Mengqadha’ shalat Ied

Dalam mazhab Hanafiyah dan Malikiyah, bahwa orang yang tertinggal shalat ied, maka tidak diqadha’. Shalat ied dilaksanakan berjamaah dan tidak sendiri.

Mazhab Syafi’iyah berpendapat bahwa orang yang tidak sempat melaksanakan shalat bersama imam, disunahkan untuk mengqodho’nya. Adapun dalam mazhab Hanabilah, shalat ied tidak diqodho, tetapi bagi diperbolehkan bagi orang yang ingin mengqodho’nya.

Masbuq dalam shalat Ied

Dalam mazhab Syafi’iyah dan Hanabilah, jika seseorang datang saat imam berkhutbah, maka ia shalat tahiyyatul masjid kemudian duduk mendengarkan khutbah, setelah itu melaksanakan shalat ia ied kapan pun.

Jika mendapati imam sedang dalam tasyahhud, ia duduk dan mengikuti imam. Setelah imam salam, ia berdiri dan shalat dua rakaat.

Tempat shalat ied

Tempat pelaksanaan shalat ‘ied lebih utama dilakukan di mushalla (tanah lapang), kecuali jika ada udzur seperti hujan. Dalam mazhab Syafi’i, shalat ied lebih utama dilaksanakan di masjid, keculai jika masjidnya sempit.

Abu Sa’id Al Khudri mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَالأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى – رواه البخاري [956] ومسلم [889]

“Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar pada hari raya ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha menuju tanah lapang.”

Imam Nawawi mengatakan, “Hadits Abu Sa’id Al Khudri di atas adalah dalil bagi orang yang menganjurkan bahwa shalat ‘ied sebaiknya dilakukan di tanah lapang dan ini lebih afdhol (lebih utama) daripada melakukannya di masjid. Inilah yang dipraktekkan oleh kaum muslimin di berbagai negeri. Adapun penduduk Makkah, maka sejak masa silam shalat ‘ied mereka selalu dilakukan di Masjidil Haram.”

Disyariatkan bagi perempuan untuk menghadiri shalat ied. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari (324) dan Muslim (890), dari Ummu Atiyyah, ia berkata:

أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ، فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلاةَ

“Rasulullah ﷺ memerintahkan kepada kami pada saat shalat idul fitri dan idul adha agar mengeluarkan para gadis (yang baru beranjak dewasa) dan wanita yang dipingit, begitu pula wanita yang sedang haid. Namun beliau memerintahkan pada wanita yang sedang haid untuk menjauhi tempat shalat.”

Sebelum melaksanakan shalat ‘ied

Dianjurkan untuk mandi sebelum berangkat shalat, waktu mandi dimulai dari pertengahan malam menurut mazhab Syafi’i.

Berhias diri dan memakai pakaian yang terbaik. Nabi ﷺ memiliki burdah merah yang beliau pakai di hari ied.

Makan sebelum keluar menuju shalat ‘ied khusus untuk shalat ‘Idul Fitri.
Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ لاَ يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ، وَلاَ يَأْكُلُ يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى يَرْجِعَ فَيَأْكُلَ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ – رواه أحمد [22984]

“Rasulullah ﷺ biasa berangkat shalat ‘ied pada hari idul fitri dan beliau makan terlebih dahulu. Sedangkan pada hari Idul Adha, beliau tidak makan lebih dulu kecuali setelah pulang dari shalat ‘ied baru beliau menyantap hasil qurbannya.”

Bertakbir ketika keluar hendak shalat ‘ied. Dalam suatu riwayat disebutkan,

كَانَ ﷺ يَخْرُجُ يَوْمَ الفِطْرِ فَيُكَبِّر حَتَّى يَأْتِيَ المُصَلَّى وَحَتَّى يَقْضِيَ الصَّلاَةَ فَإِذَا قَضَى الصَّلاَةَ، قَطَعَ التَّكْبِيْر – مصنف أبي شيبة [5621]

“Nabi ﷺ biasa keluar hendak shalat pada hari raya ‘Idul Fitri, lantas beliau bertakbir sampai di lapangan dan sampai shalat hendak dilaksanakan. Ketika shalat hendak dilaksanakan, beliau berhenti dari bertakbir.”

Melewati jalan pergi dan pulang yang berbeda. Dari Jabir, beliau mengatakan,

كَانَ النَّبِىُّ ﷺ إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ – رواه البخاري [986]

“Nabi ﷺ ketika shalat ‘ied, beliau lewat jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang.”
Dianjurkan berjalan kaki sampai ke tempat shalat dan tidak memakai kendaraan kecuali jika ada hajat. Dari Ibnu ‘Umar, beliau mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَخْرُجُ إِلَى الْعِيدِ مَاشِيًا وَيَرْجِعُ مَاشِيًا - ابن ماجه [1295]

“Rasulullah ﷺ biasa berangkat shalat ‘ied dengan berjalan kaki, begitu pula ketika pulang dengan berjalan kaki.”

Tata cara shalat ied

Shalat ied tidak didahului oleh azan dan iqomah

Dari Jabir bin Samuroh, ia berkata,

صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ الْعِيدَيْنِ غَيْرَ مَرَّةٍ وَلاَ مَرَّتَيْنِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلاَ إِقَامَةٍ - صحيح مسلم [887]

“Aku pernah melaksanakan shalat ‘ied bersama Rasulullah ﷺ bukan hanya sekali atau dua kali, ketika itu tidak ada adzan maupun iqomah.”

Shalat ied terdiri dari dua rakaat, dengan tata cara sebagai berikut:

Pertama: dimulai dengan takbiratul ihram

Kedua: setelah takbiratul ihram, bertakbir tujuh kali di rakaat pertama, lima di rakaat kedua sebelum membaca al-Fatihah, ini dalam mazhab Syafi’i. Dalam mazhab Malikiyah dan Hanabilah, enam di rakaat pertama dan lima di rakaat kedua. Dalam mazhab Hanafiyah, tiga takbir. Takbir ini hukumnya sunah.

Boleh mengangkat tangan pada takbir-takbir tambahan. Dalilnya bahwa Ibnu radhiyallohu ‘anhu mengangkat tangan di setiap takbir di shalat ied.

Ketiga: di antara takbir-takbir tambahan boleh diam atau membaca tasbih. Sebaiknya membaca tasbih, karena para salaf melakukannya. Disebutkan oleh al-Baihaqi Ibnu Mas’ud mengatakan, “Di antara tiap takbir, hendaklah menyanjung dan memuji Allah.” Di antara tasbih yang dibaca adalah

سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ

Keempat: membaca surat Al-Fatihah, kemudian membaca surat. Disunahkan membaca surat Al-‘Ala di rakaat pertama dan Al-Ghosyiyah di rakaat kedua, atau membaca surat Qoof di rakaat pertama dan Al-Qomar di rakaat kedua.

Keenam: kemudian ruku dan melakukan gerakan-gerakan dan bacaan shalat seperti shalat biasa lainnya hingga salam.


Khutbah ied

Disunahkan setelah shalat ied khutbah seperti khutbah Jumat, dua khutbah dengan syarat dan rukun-rukunnya.

Dari Ibnu ‘Umar, ia mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ يُصَلُّونَ الْعِيدَيْنِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ

“Nabi ﷺ dan Abu Bakr, begitu pula ‘Umar biasa melaksanakan shalat ‘ied sebelum khutbah.” HR. Bukhari [963] dan Muslim [888].

Dalil tentang sunahnya khutbah ied adalah bahwa ‘Abdullah bin As-Sa-ib, ia berkata bahwa ia pernah menghadiri shalat ‘ied bersama Rasulullah ﷺ, tatkala beliau selesai menunaikan shalat, beliau bersabda,

إِنَّا نَخْطُبُ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَجْلِسَ لِلْخُطْبَةِ فَلْيَجْلِسْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَذْهَبَ فَلْيَذْهَبْ

“Aku saat ini akan berkhutbah. Siapa yang mau tetap duduk untuk mendengarkan khutbah, silakan ia duduk. Siapa yang ingin pergi, silakan ia pergi.” HR. Abu Daud [1155] dan Ibnu Majah [1290]
Khatib memulai khutbahnya dengan takbir dan bertabir di tengah-tengah khutbah. Menurut jumhur ulama bertakbir di khutbah pertama sejumlah 9 takbir dan tujuh takbir di khutbah kedua.

Ibnu Taimiyah dan Ibnul Jauzi mengatakan bahwa tidak ada dalil yang menyatakan bahwa Nabi ﷺ memulai khutbah dengan selain Alhamhdulillah.

Shalat Jumat di hari ied

Jika hari ied bersamaan dengan hari Jumat, dalam masalah ini ada beberapa hukum:

  • Shalat Jumat tetap wajib, ini adalah pendapat mazhab Hanafi dan Maliki
  • Shalat Jum’at tetap wajib, tetapi diberikan rukhsoh kepada yang ahlul quro  (penduduk kampung/yang tinggal jauh) untuk tidak hadir shalat Jumat. Ini adalah pendapat mazhab Syafi’i.
  • Orang yang hadir shalat ied gugur kewajibannya untuk shalat Jumat, kecuali imam. Ini adalah pendapat mazhab Hanbali

Download artikel ini: shalat ied
guru ngaji & bahasa arab