Persiapan Menghadapi Ramadhan

Allah ta’la telah mewajibkan puasa di bulan Ramadhan. Tujuan utama Allah mewajibkan kita untuk berpuasa adalah agar kita menjadi pribadi yang bertakwa. Sebagaimana ditegaskan dalam satu ayat yang sering kita dengar:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan bagi kalian untuk berpuasa, sebagaimana dulu telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

Sungguh, kita semua ingin menjadi pribadi yang bertakwa, masuk dalam golongan para muttaqin. Yang sifat mereka,

الخوف من الجليل، والعمل بالتنزيل، والقناعة بالقليل، والاستعداد ليوم الرحيل" [سبل الهدى والرشاد في سيرة خير العباد: 1/421].

“Takut kepada Allah, mengamalkan Al-Qur’an, menerima yang sedikit, dan bersiap-siap untuk hari akhirat”

Untuk mendapatkan kesuksesan di bulan Ramadhan kita membutuhkan perjuangan dan pengorbanan. Menghiasi waktu demi waktu sepanjang Ramadhan dengan kebaikan. Mengurangi maksiat dan menyibukkan diri dengan ketaatan. Dengan upaya ini, kita berharap bisa mendapatkan nafahat dari Allah. Dari Muhammad bin Maslamah, Rasulullah ﷺ bersabda,

إنّ لِرَبِّكُمْ فِي أيَّامِ دَهْرِكُمْ نَفحاتٍ فَتَعَرَّضُوا لهُ لَعَلَّهُ أنْ يِصِيبَكُمْ نَفْحَةٌ مِنْها فَلَا تَشْقَوْنَ بعْدهَا أبدا

Sesungguhnya Allah memiliki nafahat yang akan dicurahkan sepanjang masa, karena itu berusahalah untuk mendapatkannya. Bisa jadi diantara kalian ada yang mendapatkan satu nafahat, sehingga dia tidak akan celaka selamanya. (HR. Thabrani dalam Al-Ausath 2966, dalam As-Shahihah no. 1890, hadis ini dijadikan hadis penguat).

Al-Munawi dalam Faidhul Qadir menjelaskan tentang nafahat. Ketika menerangkan hadis di atas, beliau mengatakan,

أي تجليات مقربات يصيب بها من يشاء من عباده

Makna nafahat adalah ilham yang memberikan semangat seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah, yang diberikan kepada siapa saja diantara hamba-Nya yang Dia kehendaki. (Faidhul Qadir, 2/505).

Persiapan menghadapi Ramadhan adalah sebuah kepastian, guna tercapai tujuan-tujuan Ramadhan dengan sempurna, memperoleh keutamaan-keutamaan yang ada di dalamnya.

قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ، افْتَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ، وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ، وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ، فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا، فَقَدْ حُرِم

“Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.” (HR. An-Nas’ai, Ahmad)

Di antar persiapan memasuki bulan Ramadhan adalah

A. Taubat

Taubat adalah kewajiban setiap waktu, tetapi dengan kedatangan Ramadhan, kita ingin terlepas dan terbebas dari belenggu dosa-dosa yang diri kita. Dosa antar kita dan Allah ta’ala, kesalahan dan hak-hak antara sesama manusia. Sehingga kita beribadah di bulan Ramadhan penuh dengan ketenangan.

{وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ} [النور: 31]

“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”

B. Berdoa

Berdoa adalah tradisi para salaf, sebagian mereka berdoa sejak enam bulan sebelum datangnya Ramadhan, mereka memohon supaya bertemu dengan Ramadhan.

كانوا يدعون الله ستة أشهر أن يبلغهم شهر رمضان ثم يدعون الله ستة أشهر أن يتقبله

“Dahulu mereka (para salaf) berdoa kepada Allah selama enam bulan agar mereka dipertemukan lagi dengan Ramadhan. Kemudian mereka juga berdoa selama enam bulan agar Allah menerima (amal-amal shalih mereka di Ramadhan yang lalu)” (Latha’if Al-Ma’arif, 209)

C. Berbahagia dengan datangnya bulan Ramadhan

Di dalam bulan Ramadhan bertaburan karunia dan rahmat Allah ta’ala. Untuk hal ini, kita lebih pantas untuk berbahagia

Kegembiraan tersebut adalah karena banyaknya kemuliaan, keutamaan, dan berkah pada bulan Ramadhan. Di bulan ini bertaburan karunia dan rahmat Allah ta’ala. Untuk hal ini, kita lebih pantas untuk berbahagia.

{قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ} [يونس: 58]

Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan".

D. Membebaskan diri dari tanggungan puasa wajib

عَنْ أَبِي سَلَمَةَ قَالَ : سَمِعْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا تَقُولُ : كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلا فِي شَعْبَانَ .

Dari Abi Salamah, ia berkata, “Aku mendengar Aisyah radhiyallohu ‘anha berkata, “Aku mempunyai kewajiban Ramadhan yang belum ditunaikan, aku tidak bisa megqodho’nya kecuali di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari [1849], Muslim [1146])

E. Berbekal dengan ilmu

Mempelajari ilmu tentang hukum-hukum puasa, tentang keutamaan puasa Ramadhan.

قَالَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ: مَنْ عَبَدَ اللَّهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِحُ

Umar bin Abdul Aziz berkata, “Barang siapa beribadah kepada Allah tanpa didasari ilmu, maka kerusakan yang diperbuat lebih banyak daripada kebaikan yang diraih” (Majmu’ Fatawa, 2/382)

F. Berpuasa di bulan Sya’ban sebagai persiapan Ramadhan

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لا يَصُومُ ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلا رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ 

Dari Aisyah rodiyallohu ‘anha, ia berkata, Terkadang Nabi ﷺ puasa beberapa hari sampai kami katakan, ‘Beliau tidak pernah tidak puasa, dan terkadang beliau tidak puasa terus, hingga kami katakan: Beliau tidak melakukan puasa. Dan saya tidak pernah melihat Nabi ﷺ berpuasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan, saya juga tidak melihat beliau berpuasa yang lebih sering ketika di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari [1868], Muslim [1156])

عَنْ أُسَامَة بْن زَيْدٍ قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنْ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ، قَالَ : ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ.

Dari Usamah bin Zaid, ia berkata, “Wahai Rasulullah, saya belum pernah melihat Anda berpuasa dalam satu bulan sebagaimana anda berpuasa di bulan Sya’ban?” Nabi ﷺ bersabda, “Ini adalah bulan yang sering dilalaikan banyak orang, bulan antara Rajab dan Ramadhan. Ini adalah bulan dimana amal-amal diangkat menuju Rab semesta alam. Dan saya ingin ketika amal saya diangkat, saya dalam kondisi berpuasa.’” (HR. An Nasa’i 2357, Ahmad 21753, Ibnu Abi Syaibah 9765 dan Syuaib Al-Arnauth menilai ‘Sanadnya hasan’).

G. Membaca Al-Qur’an

Salamah bin Kuhail berkata, “Bulan Sya’ban adalah bulannya para qurra’/pembaca Al-Qur’an”

Amr bin Qois jika memasuki bulan Sya’ban, ia menutup tokonya, kemudian menyibukkan diri membaca Al-Qur’an. (Lathaiful Maarif hlm. 135)

Semoga Allah mempertemukan kita dengan bulan Ramadhan. Abu Bakar Al-Warraq Al Balkhi berkata,

شهر رجب شهر للزرع وشعبان شهر السقي للزرع ورمضان شهر حصاد الزرع. وعنه قال: مثل شهر رجب مثل الريح ومثل شعبان مثل الغيم ومثل رمضان مثل القطر

“Bulan Rajab adalah bulan untuk menanam tanaman, bulan Syaban adalah bulan untuk menyirami tanaman dan bulan Ramadhan adalah bulan untuk memanennya”.

Beliau juga berkata, “Rajab bagaikan angin, Syaban bagaikan mendung, dan Ramadhan bagaikan hujan”. (Lathaiful Maarif hlm. 121).
guru ngaji & bahasa arab